A.
Sejarah Pers
Sejarah Pers Indonesia
dimulai pada bulan Agustus, dimana terjadi banyak peralihan kantor percetakan
Jepand yang akhirnya dikuasai oleh rakyat. Salah satu kantor percetakan
tersebut adalah kantor Midrukkerij,
yang akhirnya berubah menjadi Djatinegara Inatsu Kojo. Midrukkerij sendiri dulunya merupakan milik Belanda sebelum
akhirnya diambil alih oleh Jepang. Kantor percetakan lainnya yang juga berhasil
diambil alih yaitu Drukkerij Kolff Buning
yang berada di Yogyakarta, dan berubah menjadi Percetakan Negara. Kantor-kantor
percetakan yang telah diambil alih ini mencetak berbagai surat kabar, majalah,
brosur, dan lain-lain yang bertujuan untuk memberitahu masyarakat Indonesia
tentang perjuangan bangsa melawan penjajahan tentara Belanda. Adapun tujuan
dilaksanakannya hal ini adalah agar masyarakat Indonesia terus mendukung dan aktif berpartisipasi dalam
tindakan-tindakan yang dilakukan oleh pemerintahan.
Setelah kembalinya para
sekutu, kantor-kantor percetakan ini menjalankan peran mereka sebagai sumber
informasi bagi rakyat Indonesia untuk mengambil langkah-langkah atau
tindakan-tindakan tertentu. Salah satu tindakan yang berhasil melalui publikasi
media cetak yaitu meninggalkan Bandung pada tanggal 23 Maret 1946. Bukan hanya
melalui majalah atau koran, aksi-aksi pemberitahuan tersebut juga dilakukan
melalui pemasangan selebaran atau poster, meskipun hal tersebut beresiko untuk
ditangkap musuh, ditambah dengan transportasi yang masih sangat terbatas pada
masa itu. Media cetak tidak hanya melakukan publikasi tentang gerakan politik,
tapi juga mengenai pendidikan. Cara yang dilakukan adalah dengan memasukkan
konten mengenai pendidikan di majalah darurat, dengan tujuan agar masyarakat
selalui memiliki kesadaran nasional dalam diri mereka, dan untuk menanamkan
kesadaran hidup bernegara yang pada saat itu belum ada dalam diri bangsa
Indonesia.
B.
Pers Kalimantan
Sesudah Tahun 1945
Kalimantan Selatan
sesudah tahun 1945 memiliki beberapa media surat kabar yang berkembang dan
tersimpan di berbagai perpustakaan di berbagai daerah, seperti Perpustakaan
Nasional Jakarta, serta Perpustakaan Islam yang terletak di Yogyakarta. Setelah
kekalahan Jepang terhadap sekutu, daerah Kalimantan tidak ada penguasa atau
terjadi kekosongan kekuatan, yang disebabkan oleh beberapa hal, diantaranya
yaitu:
-
Kesatuan Pembela Tanah Air (PETA) serta para pemuda
dari organisasi militer di Jawa dan Sumatra memiliki andil yang cukup besar
dalam proses perebutan kekuasaan dari Jepang. Kekosongan kekuasaan di
Kalimantan pada akhirnya menjadi kesempatan atau peeluang besar bagi Belanda
untuk memperoleh kekuasaan kembali setelah dikuasai oleh Jepang, yang
mengakibatkan Kalimantan cukup rawan, berbeda dengan Sumatera dan Jawa.
-
Para tokoh pejuang atau pemimpin nasionalis banyak
yang dibunuh oleh Jepang pada masa kekuasaannya, sehingga jumlah penduduk yang
ada di Kalimantan sangatlah sedikit.
-
Adanya dominasi oleh satu media saja yaitu Borneo Shimbun, yang menjadi
satu-satunya media massa yang diijinkan terbit oleh Jepang pada masa itu.
Sehingga, tidak ada penanaman nilai-nilai nasionalis yang ditanamkan pada
bangsa Indonesia.
-
Situasi dan kondisi Kalimantan yang tidak kondusif
membuka peluang besar bagi Belanda untuk berkuasa kembali dengan bantuan
militer.
-
Borneo Shimbun yang akhirnya
digantikan oleh harian Soeara Kalimantan yang dikuasai atau dimiliki oleh
Belanda mengakibatkan konten dalam terbitan Soeara Kalimantan sepenuhnya
dikuasai oleh Belanda.
Terdapat juga beberapa surat kabar dan majalah yang cukup tidak
koorperatif pada periode perjuangan kemerdekaan 1945-1949, diantaranya yaitu:
-
Majalah “Republik”
Majalah “Republik” pertama
kali diterbitkan pada 17 Agustus 1946 di Kalimantan Selatan. Sebagian besar isi
majalah ini berisi tentang perjuangan Republik Indonesia untuk mempertahankan
Kalimantan Selatan agar tetap menjadi bagian dari wilayah Republik Indonesia.
-
Harian “Kalimantan Berjoang”
Harian “Kalimantan Berjoang”
yang juga dikenal dengan Ka-Be memiliki haluan nasionalis. Harian “Kalimantan
Berjoang” pertama kali diterbitkan pada 1 Oktober 1946 dengan tujuan untuk
memperjuangkan cita-cita bangsa serta untuk mengimbangi atau menyaingi
propaganda yang dilakukan Belanda melalui Soeara Kalimantan.
-
Harian “Terompet Rakjat”
Harian “Terompet Rakjat”
pertama kali diterbitkan pada 2 Desember 1946 tentang pertahanan yang dilakukan
Indonesia. Namun, harian ini akhirnya dibredel pihak penguasa pada 18 Desember
1948.
Surat kabar dan
majalah koorperatif pada periode 1945-1946:
-
Harian Soeara Kalimantan
Harian Soeara Kalimantan
pertama kali diterbitkan penguasa Belanda pada tahun 1945 yang sebelumnya
adalah Borneo Shimbun pada masa
kolonial Jepang. Harian Soeara Kalimantan berisi tentang berbagai berita-berita
daerah serta nasional, dan tentang kerjasama Indonesia dengan Belanda dalam
proses pendirian negara.
C.
Kasus Indonesia
Raya
Setelah era kemerdekaan Indonesia, koran Indonesia
Raya memiliki posisi yang cukup unik diantara masyarakat yang bersifat majemuk.
Hal ini disebabkan koran Indonesia Raya adalah koran yang bersifat cukup
kontroversial yang seakan akan dalam penyajian beritanya tidak memiliki sensor,
dan selalu menampilkan kritikan yang bersifat tajam, terbuka, dan langsung,
dengan penggunaan bahasa sehari-hari dan bukan formal, tanpa melakukan proses
penghalusan bahasa. Koran Indonesia raya juga terkenal karena gaya
penulisan yang cukup tidak ada pamrih terhadap subjek yang ditulisnya, karena
apa yang ditulis oleh Indonesia raya dapat menimbulkan berbagai persepsi serta
perbedaan penerimaan pihak yang diberitakan. Hal
ini dapat dilihat sejak masa penerbitan periode
pertama pada tahun 1949-1958, lima wartawan koran Indonesia Raya
pernah dipenjarakan. Setelah itu, pada 2 tahun terakhir yaitu
pada tahun 1957-1958, Indonesia Raya “dibredel” oleh pemerintah sebanyak enam
kali. Meski demikian, koran Indonesia Raya tetap memunculkan image bahwa
Indonesia Raya adalah koran yang menjunjung tinggi idealisme diatas keperluan
bisnis. Indonesia Raya menyampaikan pemberitaan secara penuh dan jujur