Jumat, 21 Juni 2019

KEBIJAKAN, HUKUM DAN REGULASI DI BIDANG DIGITALISASI


Negara Indonesia merupakan negara yang demokratis dan Pancasila menjadi dasar negara. Keadilan menjadi aspek yang sangat penting dalam negara Indonesia. Selain itu, negara Indonesia juga menyatakan akan menegakkan desentralisasi melalui otonomi daerah sesuai dengan Undang-Undang Dasar 1945 pasal 18, 18A, 18B (Rahayu, 2015). Menurut UUD 1945, Indonesia tidak hanya menjamin hak politik dan sipil melalui prinsip menjamin kebebasan berbicara, berpendapat, berorganisasi, dan berpolitik sesuai dengan yang tercantum pada pasal 27, 28, dan 29. Tetapi, demokrasi Indonesia juga menjamin hak ekonomi, sosial, dan budaya masyarakat sesuai dengan yang tercantum pada pasal 31, 32, 33, dan 34.

Demokratisasi Telekomunikasi/ Komunikasi dan Penyiaran
Tolok ukur negara demokratis adalah adanya jaminan kemerdekaan berekspresi, kemerdekaan berbicara, dan kemerdekaan pers (Rahayu, 2015). Namun, jaminan itu saja tidak cukup, harus ada jaminan mengenai keragaman suara, keragaman konten, dan keragaman kepemilikan. Jaminan keragaman tersebut membutuhkan praktik keadilan. Dengan mengutamakan kepentingan nasional rakyat Indonesia, menghargai seluruh warga negara, dan penghargaan terhadap kaum-kaum minoritas. Tanpa adanya jaminan terhadap keberagaman, maka akan membuka peluang munculnya otoritarianisme baru, yaitu dominasi asing dan oligopoli oleh orang-orang yang mengatasnamakan kebebasan, dan membunuh demokrasi.

Regulasi Telekomunikasi dan Penyiaran
Dalam Undang-Undang Telekomunikasi menyatakan bahwa, penyelenggara telekomunikasi terbagi menjadi tiga institusi, yaitu: Penyelenggara jaringan telekomunikasi, Penyelenggara jasa telekomunikasi, dan Penyelenggara telekomunikasi khusus. Indonesia sendiri membiarkan penyelenggara jaringan dan jasa telekomunikasi dikuasai oleh orang asing. Selain itu, regulasi membiarkan penyelenggara jaringan untuk mengontrol dan memiliki penyelenggara jasa telekomunikasi.
Dunia penyiaran dengan jelas menyatakan bahwa orang asing tidak boleh menguasai lembaga penyiaran. Undang-Undang Telekomunikasi Indonesia bersifat liberal, sedangkan Undang-Undang Penyiaran yang diharapkan dapat berpihak pada kepentingan nasional dan publik belum dipraktikkan. Dalam Undang-Undang Telekomunikasi saat ini, penyiaran dimasukkan sebagai penyelenggara telekomunikasi khusus. Namun, penyiaran tidak dapat hanya disebut sebagai penyelenggara telekomunikasi khusus. Hal ini dikarenakan oleh kompleksitas dan peranan penyiaran sangat besar, salah satunya dalam membentuk opini publik.

Regulasi Media, Khususnya Penyiaran
Pada umumnya regulasi media diatur dengan melihat suatu media menggunakan ranah publik (public domain) atau tidak. Contoh media yang tidak menggunakan ranah publik adalah surat kabar, film, majalah, tabloid, dan buku. Media ini menggunakan pengaturan yang berdasarkan prinsip pengaturan diri sendiri. Sedangkan lembaga penyiaran yang menggunakan ranah publik yang free to air dan terestrial, regulasi radio dan televisinya berlangsung dengan ketat. Di negara Indonesia, memiliki regulator antara lain Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) dan Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo). Lembaga-lembaga ini saling bekerja sama satu dengan yang lain.
Regulasi media elektronik yang menggunakan ranah publik dilakukan dengan ketat, karena media elektronik menggunakan ranah publik, spektrum gelombang radio dalam bentuk frekuensi dipergunakan dan dimanfaatkan untuk kemakmuran rakyat dan kesejahteraan publik, frekuensi yang digunakan bersifat terbatas, dan siaran televisi dapat memasuki dan menembus ruang keluarga dengan serentak tanpa diundang. Industri penyiaran diatur dengan ketat oleh undang-undang dan bersifat khusus. Teknologi semakin hari semakin berkembang, dunia penyiaran telah memasuki dunia digital. Namun, Undang-Undang Telekomunikasi belum banyak mengatur tentang perkembangan teknologi digital dan konvergensi media, begitu pula dengan Undang-Undang Penyiaran.
Undang-Undang Telekomunikasi dan Penyiaran saling berkaitan. Dalam digitalisasi penyiaran atau penyelenggara multipleksing, tidak boleh diserahkan kepada perusahaan asing, Undang-Undang Telekomunikasi harus direvisi dan disesuaikan dengan perkembangan teknologi, digitalisasi penyiaran harus ada dalam undang-undang yang telah memperkirakan Undang-Undang Telekomunikasi dan perubahan zaman, dan frekuensi yang tidak digunakan lagi diserahkan untuk kepentingan sosial.

Sabtu, 08 Juni 2019

KEBIJAKAN, HUKUM DAN REGULASI DI BIDANG TELEKOMUNIKASI


Negara Indonesia merupakan negara yang demokratis dan Pancasila menjadi dasar negara. Keadilan menjadi aspek yang sangat penting dalam negara Indonesia. Selain itu, negara Indonesia juga menyatakan akan menegakkan desentralisasi melalui otonomi daerah sesuai dengan Undang-Undang Dasar 1945 pasal 18, 18A, 18B (Rahayu, 2015). Menurut UUD 1945, Indonesia tidak hanya menjamin hak politik dan sipil melalui prinsip menjamin kebebasan berbicara, berpendapat, berorganisasi, dan berpolitik sesuai dengan yang tercantum pada pasal 27, 28, dan 29. Tetapi, demokrasi Indonesia juga menjamin hak ekonomi, sosial, dan budaya masyarakat sesuai dengan yang tercantum pada pasal 31, 32, 33, dan 34.
Demokratisasi Telekomunikasi/ Komunikasi dan Penyiaran
Tolak ukur negara demokratis adalah adanya jaminan kemerdekaan berekspresi, kemerdekaan berbicara, dan kemerdekaan pers (Rahayu, 2015). Namun, jaminan itu saja tidak cukup, harus ada jaminan mengenai keragaman suara, keragaman konten, dan keragaman kepemilikan. Jaminan keragaman tersebut membutuhkan praktik keadilan. Dengan mengutamakan kepentingan nasional rakyat Indonesia, menghargai seluruh warga negara, dan penghargaan terhadap kaum-kaum minoritas. Tanpa adanya jaminan terhadap keberagaman, maka akan membuka peluang munculnya otoritarianisme baru, yaitu dominasi asing dan oligopoli oleh orang-orang yang mengatasnamakan kebebasan, dan membunuh demokrasi.
Regulasi Telekomunikasi dan Penyiaran
Dalam Undang-Undang Telekomunikasi menyatakan bahwa, penyelenggara telekomunikasi terbagi menjadi tiga institusi, yaitu: Penyelenggara jaringan telekomunikasi, Penyelenggara jasa telekomunikasi, dan Penyelenggara telekomunikasi khusus. Indonesia sendiri membiarkan penyelenggara jaringan dan jasa telekomunikasi dikuasai oleh orang asing. Selain itu, regulasi membiarkan penyelenggara jaringan untuk mengontrol dan memiliki penyelenggara jasa telekomunikasi.
Dunia penyiaran dengan jelas menyatakan bahwa orang asing tidak boleh menguasai lembaga penyiaran. Undang-Undang Telekomunikasi Indonesia bersifat liberal, sedangkan Undang-Undang Penyiaran yang diharapkan dapat berpihak pada kepentingan nasional dan publik belum dipraktikkan. Dalam Undang-Undang Telekomunikasi saat ini, penyiaran dimasukkan sebagai penyelenggara telekomunikasi khusus. Namun, penyiaran tidak dapat hanya disebut sebagai penyelenggara telekomunikasi khusus. Hal ini dikarenakan oleh kompleksitas dan peranan penyiaran sangat besar, salah satunya dalam membentuk opini publik.
Jenis Usaha Telekomunikasi
Berdasarkan pada Undang-Undang no. 36 tahun 1999, ada 3 jenis usaha telekomunikasi yang diatur di dalamnya. Yang pertama adalah jenis usaha peyelenggaraan jaringan telekomunikasi. Lalu yang kedua adalah jenis usaha penyelenggaraan jasa telekomunikasi. Serta yang ketiga adalah jenis usaha penyelenggaraan telekomunikasi khusus. (Rahayu, 2015). Untuk yang pertama, yatu jenis usaha penyelenggaraan jaringan telekomunikasi atau yang berkaitan dengan penyediaan dan pelayanan jasa telekomunikasi. Berdasarkan pada Peraturan Pemerintah no. 52 tahun 2000 tentang Penyelenggaraan Telekomunikasi dan Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika No. 01/PER/M. Kominfo/01/2010 yang menyatakan tentang jenis-jenis dari penyelenggara jaringan telekomunikasi. Penyelenggara jaringan telekomunikasi dibagi atas 2 jenis yaitu penyelenggara jaringan tetap dan penyelenggara jaringan bergerak. Sementara itu, untuk penyelenggara jaringan tetap dibagi lagi menjadi 4 jenis yaitu penyelenggara jaringan tetap lokal, sambungan, jarak jauh, internasional, dan tertutup. Berikutnya, untuk penyelenggara jaringan bergerak juga dibagi atas3 jenis yaitu jaringan bergerak terestrial, seluler dan satelit. (Rahayu, 2015).